“Good Corporate Governance ”

Corporate Governance menjadi suatu topik ataupun isu dalam dunia bisnis yang sednag hangat dibicarakan di seluruh dunia pada penghujung abad 20 dan awal abad 21. Corporate Governance ini mencakup aspek struktur dan proses dan proses eksternal dan juga dipengaruhi faktor internal yang mencakup efektivitas organ – organ perusahaan dan interaksi mereka, efektivitas manajemen perusahaan dan pengelolaan hubungan dengan stakeholder perusahaan lainnya berdasarkan prinsip – prinsip yang good.

Menurut The Indonesian Institute for Corperate Governance (IICG) mendefinisikan CG adalah proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya.

Surat Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara No. Kep. 117/M-MBU/2002 merumuskan pengertian corperate governance merupakan suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai – nilai etika.

1. Tujuan dari GCG

Tujuan dari penerapan GCG ini pada dasarnya adalah :

a. Mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dalam lingkup yang lebih luas karena mengatur seluruh organ perusahaan.

b. Mengatur hubungan – hubungan antara Pemegang Saham, Dewan Komisaris dan Direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

c. Untuk meningkatakan nilai (value) perusahaan.

Selain itu juga, ada Keputusan Menteri BUMN No. 117 pasal 4 dinyatakan bahwa penerapan GCG pada BUMN bertujuan untuk :

a. Memaksimalkan BUMN

b. Mendorong pengelolaan BUMN secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian organ

c. Mendorong organ dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial BUMN terhadap Stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar BUMN

d. Meningkatkan konstribusi BUMN dalam perekonomian nasional

e. Meningkatkan iklim investasi nasional

f. Mensukseskan program privitasi.

2. Prinsip – prinsip GCG

Dari banyak pengertian mengenai prinsip yang dikeluarkan oleh banyak institusi menurut “OECD Principles og Corporate Governance”, Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor Kep-117/M-MBU/2002 serta Tim Pengembangan Corperate Governance BPKP dapat disimpulkan mengenai prinsip – prinsip GCG :

a. Transparansi

Transparansi akan mendorong diungkapkannya kondisi yang sebenarnya sehingga setiap pihak yang berkepentingan (stakeholders) dapat mengatur dan mengantisipasi segala sesuatu yang menyangkut korperasi. Dengan adanya transparansi disetiap kebijakan dan keputusan lingkungan korperasi, maka keadilan (fairness) dapat ditumbuhkan.

Penerapan prinsip Transparansi menuntut perusahaan, dari mulai Dewan Komisaris/Pengawas, Dewan Direksi maupun karyawan yang selalu terbuka dan mencegah upaya penyembunyian informais yang menyangkut kepentingan publik saham stakeholders secara keseluruhan. Jadi harus adanya arus komunikasi dan informasi yang harus diterima dala seluruh organ perusahaan.

b. Akuntabilatas

Akuntabilatas dapat diartikan sebagai kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/pimpinan organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban atau keterangan. Melalui penerapan prinsip ini, suatu proses pengambilan keputusan atau kinerja dapat dimonitor, dinilai dan dikritisi. Akuntabilitas juga menunujukan adanya traceableness yang berarti dapat ditelusuri sampai ke bukti dasarnya, serta reasonableness yan berarti dapat diterima secara logis.

c. Responbilitas

Dalam penerapan GCG , prinsip inilah yang menjadi dasar utama organ perusahaan terutama komisaris, direksi dan manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan harus sesuai dengan kebijakan perusahaan yang telah digariskan. Pelaksanaan peran conformance dan peformance komisaris merupakan nyata dari prinsip responbilitas. Jadi prinsip ini memiliki nuansa kepatuhan terhadap nilai – nilai.

d. Kewajaran (Fairness)

Fairness menunjuk adanya perlakuan yang setara (equal) terhadap semua yang berkepentingan (stakeholders) sesuai dengan kriteria dan proporsi yang seharusnya. Jadi prinsip fairness ditujukan pada pemegang saham mayoritas maupun minoritas, hubungan kepada stakeholders lainnya misalnya pola hubungan dengan buruh/karyawan, kreditur serta pemasok dan langganan harus ditetapkan dengan jelas dengan melibatkan sebanyak mungkin pihak – pihak yang terkait. Jadi harus ada keseimbagan dimana salah satu pihak tidak dirugikan.

Agar prinsip ini terwujud, maka harus diatur dengan tertulis dan tegas hak – hak dan kewajiban setiap pihak, mengenai mekanisme hubungan para pihak. Oleh karena itu, perlu ada pengaturan mencakup tindakan sanksi serta tindakan hukum bila terdapat pihak yang melakukan penyimpangan, termasuk pengaturan agar tidak ada pihak yang dirugikan.

e. Kemandirian (Independence)

Kemandirian adalah suatu keadaan diman korperasi bebas dari pengaruh – pengaruh pemerintah serta tekanan pihak lainnya yang tidak sesuai dengan mekanisme korperasi. Korperasi disebut mandiri apabila dalam menkalankan fungsi, tugas dan tanggung jawabnya, Dewan Komisaris/Pengawas dan Direksi terbebas dari tekanan ataupun intervensi dari pihak manapun termasuk pembuat peraturan.

f. Integritas

Prinsip integritas adalah bertindak dengan jujur dan dilandasi keyakinan baik untuk kepentingan yang terbaik perusahaan. Integritas merupakan kualitas yang harus melekat pada unsur – unsur korpersi terutama Dewan Komisaris/Pengawas, Direksi dan Karyawan. Integritas berkaitan erat dengan kejujuran dan dapat dipercaya. GCG tidak akan tercapai apabila para pelaku GCG tidak jujur dan tidak dapat dipercaya.

Selanjutnya agar integritas ini tetap terpelihara perlu dicipatakan kesepakatan tentang aturan perilaku dan kode etik termasuk sanksi, pelanggaran yang diberlakukan bagi semua personil perusahaan tanpa terkecuali.

g. Partisipasi

Partisipasi yang dimaksud adalah pemenuhan tanggung jawab, hak dan wewenang serta tindakan – tindakan lain yang patut diambil sesuai dengan posisinya. Eksistensi keberadaan badan usaha diakuai dan difasilitasi secara langsung atauy tidak langsung oleh masyarakat pada umumnya. Jadi perusahaan semestinya memperhatikan kepentingan masyarakat dalam tindakan – tindakannya serta membina hubungan dengan semua karyawan maupun anggita masyarakat sekitar melalui hubungan bisnis yang langsung atau tidak langsung, sehingga perusahaan menjadi bagian dari masyarakat (corporate citizenship). Penerapn prinsip ini akan membantu kelanggengan perusahaan dan menciptakan “sense of belonging” dari banyak pihak.

3. Stakeholders Corperation lainnya

Pihak – pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dapat terdiri dari :

a. Pemilik/Pemegang Saham

Pemilik atau pemegang saham yang melembaga melalui mekanisme RUPS/RPB merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dari perushaan sehingga dikelompokkan dalam organ utama corporate governance. Kegunaannya adalah memfasilitasi kepentingan para pemilik / pemegang saham, maka penjelasan berikutnya dimulai dari pembahasannya tentang pemilik / pemegang saham. RUPS bereperan sebagai forum perwujudan hak – hak pemegang saham, perlu ditetapkan tata tertib penyelenggaraan RUPS.

b. Dewan Komisaris/Dewan Pengawas

Dewan komisarasi atau pengawas ditunjuk untuk mewakili kepentingan pemegang saham secara umum dan mengawasi aktivitas manajemen. Secara teoritis keberadaan komisarsi / pengawas dapat dibedakan dalam tiga macam menurut orientasi fungsinya, yaitu :

1) Conformance role board

Komisarsi / pengawas yang dibentuk dengan fungsi utama mengawasi manajemen.

2) Pfeormance role board

Komisaris/pengewas yang peran utamanya mengarahkan tugas – tugas manajemen serta melahirkan gagasan – gagasan baru untuk dimanfaatkan dalam pengembangan bisnis perusahaan.

3) Pantheorism board

Komisaris / pengawas yang ditunjuk dengan fungsi memperkuat presitise perusahaan sehingga umumnya dipilih dari “famous persons”.

c. Direksi

Pengelolaan perusahaan sehari – hari dijalankan oleh beberapa orang direksi dan biasanya dipimpin oleh Direktur Utama. Presiden Direktur, atau Chief Executive Officer (CEO). Sesuai dengan ketentuan dengan undang – undang. Setiap anggota direksi berkewajiban menjalankan kegiatan bisnis perushaan dengan kehendak pemegang saham dan bertanggung jawab secara hukum dan secara renteng atas tindakan perusahaan.

d. Karyawan

Sumber daya yang kritikal dalam bisnis ekonomi adalah ketersedian sumber daya manusia yang sesuai dan mencukupi, baik kualitas maupun kuantitas. Namus saat ini tidak bisa dibantah bahwa sumber daya manusia perlu dikelola secara khusus untuk membentu mengoptimalkan kinerja perusahaan serta menjamin suistainably bisnis. Sebaliknya, pengelolan sumber daya manusia yang salah dapat pula menjadi rongrongan bagi perusahaan dan ancaman bagi kelangsungan bisnis.

e. Kreditur dan penyandang dana lainnya

Selain pemegang saham, kreditur atau penyandang dana lainnya, merupakan dua financial sakeholders perusahaan yang tidak bisa diabaikan kepentingannya. Upaya untuk penggunaan sumber dana pinjaman dalam kerangka leverage policy yang ekonomis dan aman harsu meningkatkan stakeholders value di satu pihak dan harsu menjamin perlindungan hak – hak stakeholders di lain pihak.

f. Pemasok

Kelangsungan bisnis perusahaan akan terjamin dengan adanya hubungan baik dengan pemasok, karena itu perusahaan sebaiknya memenuhi hak – hak pemasok sesuai dengan yang ada. Standart perlakuan kepada mereka perlu diatur, baik dalam penerimaan barang, maupun dalam proses pembayaran.

g. Pelanggan (konsumen)

Pelanggan perusahaan perlu diberi perlindungan atas jaminan kualitas maupun keamanan barang dan layanan yang diperolehnya. Perusahaan perlu megatur cara – cara perlayana konsumen untuk menampung keluhan mereka dan prosedur perbaikan setelah penjualan (after sales service) apabila diperlukan. Perushaan harus menghindari bisnis yang merugikan masyarakat dan konsumen, khususnya yang mengandung unsur penipuan, melanggar norma budaya dan agama, membahayakan secara fisik, atau merugikan kesehatan konsumen.

h. Pemerintah

Pemerintah tingkat pusat maupun daerah sebagai lembaga regulaotor sudah seharusnya menjadi pihak yang diperhatikan oleh perusahaan. Masalah mendasar yang harus diperhatikan adalah kejelasan peran dan tanggungjawab perushaan terhadap pemerintah terkait dengan berbagai regulasi yang ada. Namun demikian di sisi lain, ketidak selarasan kebijakan yang diambil oleh beberapa lembaga pemerintah dalam bentuk peraturan – peraturan tertentu mengakibatkan kebingan perusahaan terhadap regulasi mana yang harsu ditaati dan didahulukan.

i. Masyarakat umum (Society at large)

Perusahaan perlu memperhitungkan kpeentingan masyarakat umum, baik yang ada di sekitar lokasi perusahaan maupun masyarakat luas pada umumnya. Menurut teori ekonomi, tindakan pelaku bisnis dapat memiliki dampak posistif atau akibat negatif (ekternalitas) bagi masyarakiat umum yang tidak memliki interaksi langsung denga interaksi bisnis. Eksternalitas negatif misalnya gangguan keamanan, pecemaran lingkungan, benturan budaya dan perubahan sosial ekonomi di masyarakat sekitar. Oleh karena itu, perlu ditetapkan prosedur baku untuk membatasi dampak eksternalitas negatif yang akan ditanggung masyarakat dengan cara menciptakan program sosial, perbaikan lingkungan dan tanggung jawab pembinaan budaya dan ekonomi masyarakat sekitar.

4. Bagaimana dengan prinsip kejujuran dalam bisnis

Pada dasarnya kejujuran dalam melakukan bisnis itu sangat diperluakan. Hal ini sudah merupakan etika bisnis yang baik. Prinsip ini merupakan kunci keberhasilan termasuk untuk bertahan dalam jangka, dalam suasana bisnis penuh persaingan ketat bagi pelaku bisnis modern. Ada tiga hal yang pelu diperhatikan yaitu :

a. Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat – syarat perjanjian dan kontrak. Dalam mengikat perjanjian dan kontrak tertentu, semua pihak secara apriori saling percaya satu sama lain, bahwa masing – masing pihak tulus dan jujur dala membuat perjanjian dan kontrak itu dan lebih dari itu serius serta tulus dan jujur dalam melaksanakan perjanjian. Jadi kekjujuranitu sangat penting bagi masing – masing pihak dalam melakukan bisnis selanjutnya.

b. Kejujuran juga relevan dalam penawaran barang dan jasa mutu harga yang sebanding. Sekali satu saja konsumen ditipu efeknya besar sekali karena dalam waktu singkat akan terjadi pengaruh berganda yang sangat ekspansif. Dalam dunia pasar bisnis suadah banyak produk – produk yang sama ditawarkan oleh karena itu apabila terjadi tipu menipu maka bukan merupakan cara yang baik lagi.

c. Kejujuran juga relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan. Omong kosong, bahwa suatu perusahaan bisa bertahan kalau hubungan kerja dalam perusahaan tidak dilandasi oleh kejujuran. Maka, kejujuran dalam perusahaan justru adalah inti dan kekuatan dalam perusahaan. Perusahaan akan hancur apabila suasana kerja dipenuhi dengan akal – akalan dan tipu menipu. Jadi harus ada kejujuran antara stekeholders. Selama kejujuran, tidak terbina dalam perusahaan, relasi keluar sulit dijalin atas dasar kejujuran.

5. Corperate Philisopy

Hakikat corporate governance dapat ditinjau dari dua sisi yakni dati teoritis akademis dan praktik historis.

a. Teoritis Akademis

Dari literatur neo-klasik dikembangkan konsep dunia usaha yang berdasarkan asumsi pasar yang ideal dan sempurna. Maka berlakulah hukum persaingan bebas, free entery and exit, symmetrical information dan zero-transaction cost. Oleh karena itu muncul pola pengorganisasian dalm bentuk korporasi. Bentuk ini merupakan suatu jawaban dari ketidak puasan pemodal untuk dapat mempercayakan investasinya di pihak lain yang tidak dikenal secara langsung dan tidak dapat dikendalikannya. Gagasan ini sering disebut dengan “the glorius invention” dlam peradaban ekonomi modern..Bila melihat sejarah, maka ciri yang paling menonjol pada dunia bisnis sampai dengan abad 19 adalah jika bisnis gagal pemilik secara personal bertanggung jawab terhadap utang bahkan dapat meyebebkan keluarganya diperkerjakan dan dipenjarakan oleh kreditur. Solusi terhadap permasalahan ini adalah “perusahaan dengan tanggung jawab terbatas.”

b. Praktik Historis

Deretan peristiwa yang dialami oleh dunia bisnis dalam beberapa dasawarasa terakhir, baik di luar negeri maupun di dalam negeri, telah menjadi pendorong utama pentingnya pratik corporate governance yang baik. Hal ini muncul di dunia akibat adanya krisis ekonomi. Oleh karena itu, guna untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat dan kompetitif Bank Dunia Organization of Economic Coorperation and Development (OECD) dan asosiasi – asosiasi bisnis antar negara aktif melakukan pertemuan untuk melakukan gerakan perubahan ke arah Good Corporate Governance. Cara yang dilakukan oleh banyak negara seperti Malaysia, India, Filipina, Singapura, Thailand, Korea Selatan dan Indonesia adalah dengan cara pengembalian kepercayaan investor internasional di kawasannya dan mencegah berulangnya krisi ekonomi di Asia melalui promosi Good Corporate Governance. Indonesia mengeluarkan kebijakan nasional Kep-10/M.Ekuin/08/1999 mengenai buku Pedoman Corporate Governance yang dioerluas lagi menjadi The Indonesian Institute for Corporate Goevernance (IICG) dan Forum on Corporate Governance in Indoensian (FCGI).



0 komentar: