Undang – Undang ITE dan Penggunaan Facebook di Indonesia.

0 komentar Selasa, 02 Maret 2010

Dunia maya atau lebih dikenal dengan cyber sudah semakin dekat dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat Indonesia. Salah satu situs jejaring sosial yang saat ini ratingnya sangat baik dalam mesin pencarian google, yahoo, bing atau mesin pencari lain adalah Facebook atau lebih dikenal dengan www.facebook.com. Akan menjadi permasalahan hukum apabila kita baik disengaja maupun tidak disegaja akan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang disetujui oleh Pemerintah dan DPR pada tanggal 25 Maret 2008 dan diundangkan pada tanggal 21 April 2008.

Seberapa besarkah peran dari UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE ini mengatur kehidupan manusia khususnya bagi para pengguna Facebook? ada tiga ancaman yang dibawa UU ITE yang berpotensi menimpa facebook di Indonesia yaitu ancaman pelanggaran kesusilaan [Pasal 27 ayat (1)], penghinaan dan/atau pencemaran nama baik [Pasal 27 ayat (3)], dan penyebaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) [Pasal 28 ayat (2)].

Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (1) UU ITE menyatakan : Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Dari Pasal 27 ayat (1) UU ITE dapat kita pahami bahwa cakupan tersebut bisa saja setiap user/member facebook yang memberikan gambar-gambar senonoh atau memberikan jasa penjualan seks komersial sebagai tempat transaksi akan dapat dikenakan dalam pasal ini. Walaupun pengertian porno masih sangat kabur dan tidak dapat dinterpretasikan dengan jelas. Ataupun gambar tersebut dikategorikan sebagai unsur seni fotografi. Jadi diperlukan prosedur dan pemahaman dari para penyidik dan hakim.

Dalam ketentuan Pasal 27 ayat (3) UU ITE yang menyatakan: Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Dari Pasal 27 ayat (3) UU ITE dapat kita pahami bahwa cakupan pasal tersebut sangat luas. Mengenai, perbuatan memberikan taut (hyperlink) ke sebuah situs yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik juga dapat dijerat juga memenuhi unsur ketiga pasal tersebut. Karena itu mungkin dapat dipahami mengapa sebagian orang melihat pasal tersebut sebagai ancaman serius bagi pengguna internet pada umumnya. Walaupun di sisi lain, dalam UU ITE juga dinyatakan bahwa suatu informasi/dokumen elektronik tidak dengan serta-merta atau otomatis akan menjadi suatu bukti yang sah. Pasalnya, untuk menentukan apakah informasi/dokumen eletronik dapat menjadi alat bukti yang sah masih memerlukan suatu prosedur tertentu yaitu harus melalui sistem elektronik yang diatur berdasarkan undang-undang tersebut.

UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE ini tidak peduli bagi siapapun yang memberikan suatu informasi yang memiliki unsur penghinaan. Salah satu kasus yang dapat kita soroti adalah Farah yang pada saat itu secara tidak sengaja menuliskan status post yang menyinggung perasaaan orang tersebut sehingga berbuntut ke pengadilan. Kasus yang lain dan sudah kita dengar yaitu banyak remaja putri hilang atau pergi beberapa hari tanpa diketahui keberadaannya setelah kencan dengan pria kenalannya via facebook. Apa yang terjadi jika seorang remaja yang pergi tanpa pendamping bersama laki-laki yang baru dikenalnya? Ujung-ujungnya yaitu terjadinya pelecehan seksual.Oleh karena itu, mari kita berinternet dengan sehat dan tetap menjaga. Bukan facebook yang patut kita salahkan dan UU ITE yang kita salahkan akan tetapi diperlukan wawasan yang luas dan matang dalam melakukan hubungan di jejaringan sosial. Bravo Internet Sehat.

Dari berbagai sumber dan ditulis ulang.
read more “Undang – Undang ITE dan Penggunaan Facebook di Indonesia.”

Teknik Membuat Percakapan Yang Menyenangkan

0 komentar Selasa, 02 Juni 2009

Pernahkah Anda berbicara dengan seseorang dan begitu tertarik dengan respon-respon yang disampaikannya, atau kebalikannya, Anda merasa jenuh dengan semua respon yang diucapkannya. . ?? Menurut Kevin Hogan dan Mary Lee Labay dalam bukunya yang berjudul Irresistible Attraction ada delapan hal yang harus dihindari dalam percakapan, jika kita ingin percakapan kita menjadi menarik. Kedelapan hal itu adalah :

1. Penentang Argumentatif

Suatu hari dalam sebuah percakapan, ”Wah, kelihatannya hari ini cerah ya?”. Kemudian di respon oleh rekannya, ”Ah tidak, menurut saya hari ini agak mendung”. ”Oh agak mendung ya, mungkin sebentar lagi akan turun hujan”. Kemudian di respon lagi, ”Menurut saya tidak akan hujan, hari ini saya membaca prakiraan cuaca dari BMG”. ”Oh, begitu ya, pasti Anda sering mencermati prakiraan cuaca dari BMG ya?”. Lalu di respon, ”Ah tidak juga, sesekali saja saya mendengarnya”. Bagaimana dengan percakapan tersebut? Respon argumentatif memang baik, melatih kemampuan berpikir kita, namun jika respon argumentatif itu diberikan dalam bentuk penentangan yang bertubi-tubi seperti contoh diatas, akan membuat percakapan kita menjadi tidak menyenangkan.

2. Selalu Membuat Perbandingan

Dalam sebuah percakapan, seseorang berkata pada temannya, ”Hari ini saya berhasil melewati ujian dengan baik”. Kemudian dijawab oleh temannya, ”Iya itu belum seberapa, saya pernah melewati ujian yang lebih berat dari yang kamu lewati sekarang, dulu saya benar-benar melewatinya dengan baik, walaupun saya merasakan penderitaan saat itu. Yang kamu rasakan saat ini belumlah sebanding dengan apa yang saya rasakan dulu, sangat sulit sekali”.

Apa yang dirasakannya sekarang adalah rasa malas untuk melanjutkan percakapan berikutnya. Seseorang yang sedang ingin bercerita tidak ingin mendengarkan cerita orang lain, tapi ia ingin ceritanya didengarkan oleh orang lain. Akan lebih baik jika kita mengeksplorasi cerita orang itu daripada malah membuat sebuah cerita baru dan membanding-bandingk annya.

3. Merasa Superior

”Saya dengar di kota ini akan berdiri sebuah supermarket baru ya?”. Kemudian temannya menjawab, ”Ah, aku sudah mengetahuinya sejak setengah tahun yang lalu”. ”Oh begitu ya, saya pikir saya termasuk yang paling dahulu mengetahuinya”. Lalu temannya menyahut, ”Ah, kalau informasi seperti itu, aku tidak pernah melewatinya, bahkan pendirian rumah sakit baru di kota ini tahun depan aku juga sudah mengetahuinya kemarin”.

Bagaimana jika, tadi temannya menyahut, ”Wah, itu informasi yang menarik, bagaimana cerita selengkapnya?”. Mungkin orang yang mendengar akan lebih merasa tertarik untuk melanjutkan percakapan dengannya.

4. Mengumbar Beban Masalah Pribadi

Saat kita membicarakan permasalahan pribadi kepada orang lain, secara tidak langsung akan mempengaruhi psikologis orang yang kita ajak bicara. Kecuali jika ia seorang terapis yang bermaksud menolong kita keluar dari masalah. Namun, jika ia bukan seorang terapis, apakah secara psikologis ia selalu siap dengan setumpuk beban masalah pribadi kita. Lebih parah lagi jika itu dilakukan secara berulang-ulang dalam pokok bahasan yang sama. Kebosanan dan rasa jenuh akan menghinggapinya saat mendengarkan beban masalah pribadi yang belum tentu ia saat itu siap untuk mendengarkannya.

5. Menilai Negatif

Suatu hari dalam suatu kantor, seorang karyawan berujar, ”Kelihatannya John sedang dalam kondisi yang sulit saat ini”. Kemudian karyawan lain yang diajak bicara menyahut, ”Ia memang tidak mampu mengendalikan emosinya, hal ini membuat seluruh pekerjaannya jadi buruk, semua tugas-tugasnya tidak dijalankan dengan baik, saya lelah menghadapinya”. Bagaimana jika Anda mendapat respon seperti ini dalam pembicaraan Anda ? Coba kita bandingkan dengan respon berikut ini; ”Saya banyak belajar dari ia, dari permasalahan- permasalahan yang dihadapinya, kelihatannya saat ini ia memang sedang dalam kondisi sulit, mungkin juga ia membutuhkan bantuan kita saat ini”. Bandingkan bedanya saat Anda mendengarkan kedua respon itu, dan pastikan mana yang terbaik menurut Anda. Opini-opini negatif yang berbentuk judgement tidak akan menarik untuk kita dengar dan opini negatif itu dapat menggambarkan seperti apa karakter orang yang menyampaikannya.

6. Suka Menginterupsi

Bagaimana perasaan Anda jika saat berbicara sering diinterupsi oleh orang lain ? Jika ada seseorang menginterupsi kita saat berbicara, kemungkinan yang muncul adalah kita merasa pembicaraan kita tidak dianggap penting, atau merasa diremehkan, atau merasa ia tidak tertarik dengan pembicaraan kita. Begitupun saat kita sering menginterupsi orang yang kita ajak bicara, secara signifikan kita akan menjadi komunikator yang tidak menarik. Ada baiknya jika kita mencoba cara ini, biarkanlah ia mengambil nafas sejenak setelah ia menyelesaikan pembicaraannya sebelum kita mengutarakan kalimat untuk menanggapinya.

7. Penuh Keluhan

Keluhan biasanya merupakan kumpulan kalimat negatif yang sangat mungkin akan mempengaruhi perasaan orang-orang yang mendengarnya. Mendengarkan keluhan membuat orang menjadi terbebani, terlebih lagi jika keluhan yang sama terus diulang dan dibicarakan. Selain itu membicarakan keluhan juga akan menggambarkan betapa lemahnya seseorang dalam menghadapi permasalahannya, sehingga alangkah lebih baik jika yang kita sampaikan dalam pembicaraan kita adalah kalimat-kalimat yang baik dan membuat diri kita termotivasi dan lebih bagus lagi dapat membuat orang lain yang berbicara dengan kita juga ikut termotivasi.

8. Penyebar Gosip

Mungkin Anda pernah mendengar rekan Anda yang membicarakan keburukan orang lain pada Anda. Apa yang ada didalam pikiran Anda saat itu ? Kebanyakan dari kita akan berpikir, apakah ia akan berbicara seperti ini pada orang lain juga, atau jangan-jangan keburukan yang dibicarakannya dengan orang lain itu adalah tentang kita. Kebanyakan dari kita akan memandang buruk terhadap orang ini. Penilaian yang mungkin muncul terhadap orang-orang yang senang membicarakan keburukan orang lain adalah orang itu tidak percaya diri, culas, dan berpikiran sempit. Jadi mungkin adalah hal yang baik jika Anda mempertimbangkam kembali jika ingin mengambil tema-tema gosip dalam pembicaraan Anda.

Sumber :Catur Suryopriyanto

read more “Teknik Membuat Percakapan Yang Menyenangkan”

Dahsyatkan Potensi Diri

0 komentar
Rahasia keberhasilan sistem KAIZEN di Jepang adalah perbaikan yang dilakukan secara terus menerus. Hal tersebut sesuai dengan apa yang telah disabdakan Rosulullah SAW yang telah menginspirasi banyak orang-orang besar bahwa hari ini harus lebih baik dibandingkan dengan hari kemarin, dan hari esok harus lebih baik dibandingkan dengan hari ini.

Orang-orang besar adalah mereka yang tidak pernah puas dengan kapasitas pada diri mereka dan prestasi yang telah mereka torehkan. Mereka akan senantiasa belajar dan terus belajar untuk meningkatkan potensi mereka. Ketika telah berhasil mengukir sebuah prestasi, maka mereka akan bersiap kembali untuk mengejar prestasi yang lebih besar lagi.

Jika anda merasa puas dengan kapasitas yang telah anda miliki dan prestasi yang pernah anda torehkan, maka dapat dipastikan anda tidak akan pernah berhasil menggapai [restasi yang lebih besar lagi.

Seorang penebang kayu harus senantiasa mengasah kapaknya, sebab tidak ada pohon besar yang dapat ditebang oleh kapak yang tumpul. Seorang pemburu harus senantiasa mengencangkan busur panahnya dan mempertajam anak panahnya, sebab tidak akan ada buruan yang mampu takluk oleh busur panah yang renta dan anak panah yang tumpul. Maka apa yang perlu anda asah agar prestasi demi prestasi dapat anda gapai.

Ia yang berhenti untuk menjadi lebih baik, ialah yang berhenti menjadi baik.
(Anonim)

Tips mendahsyatkan potensi diri:
Kenali kelemahan dan kekurangan anda
Tentukan kekurangan dan potensi yang ingin anda perbaiki, kemudian perbaikilah segera
Jangan pernah merasa puas dengan prestasi
Jangan segan-segan membayar dengan harga mahal untuk mengembangkan potensi diri anda
Menerima masukan positif terhadap diri anda
Komitmen untuk terus belajar

Lakukukan perbaikan secara bertahap
Kerjakanlah semua kebaikan yang dapat anda kerjakan , dengan seluruh sarana yang anda mampu, dengan segala cara yang anda bisa, di setiap tempat yang anda lalui, di setiap saat yang anda lewati, pada setiap orang yang anda temui, sepanjang anda mampu melakukannya.
(John Wesley)

Perubahan tidak dimulai dari orang lain, melainkan dari diri sendiri. Sekuat apapun orang lain membantu diri anda untuk menjadi sukses, hal tersebut tidak akan berarti jika anda sendiri tidak memiliki keinginan untuk menjadi seorang yang sukses. Faktor terbesar penentu kesuksesan dan kemajuan seseorang adalah dirinya sendiri. Bukan lingkungan ataupun orang lain yang ada disekitarnya.

KISAH NELAYAN JEPANG
Ada sebuah cerita tentang nelayan Jepang yang insaya Allah bisa kita ambil hikmahnya. Orang Jepang sejak lama menyukai Ikan yang segar. Tetapi tidak banyak ikan yang tersedia di perairan sekitar Jepan dalam beberapa dekade ini.

Jadi untuk memberi makan populasi Jepang, kapal-kapal penagkap ikan bertambah lebih besar dari sebelumnya. Semakin jauh nelayan pergi, maka waktu yang dibutuhkan pun semakin lama untuk membawa hasil tangkapannya ke daratan. Jadi, ikan yang dibawanya tersebut sudah tidak lagi segar. Orang Jepang tidak menyukai rasanya. Untuk mengatasi permasalahan ini, perusahaan memasang freezerdalam kapal mereka.

Mereka akan menagkap ikan dan langsung membekukannya di laut. Freezer memungkinkan kapal-kapal nelayan untuk pergi senakin jauh dan lama, namun, orang Jepang dapat merasakan perbedaan rasa antara ikan beku dan ikan segar, dan mereka tidak menyukai ikan beku. Kemudian sebuah gagasan baru kembali dipakai oleh perusahaan penagkap ikan, yaitu dengan cara memasang tangki-tangki penyimpan ikan dalam kapal mereka. Setelah menangkap ikan para nelayan langsung memasukkan ikan tersebut ke dalam tangkihingga berdempet-dempetan.

Setelah selama beberapa saat saling bertabrakan, ikan-ikan tersebut berhenti bergerak. Mereka kelelahan dan lemas kendatipun tetap hidup.namun orang Jepang masih tetap dapat merasakan perbedaannya. Karena ikan tadi tidak bergerak selama berhari-hari, mereka kehilangan rasa segar ikannya. Orang segar mengkehendaki ikan segar yang lincah, bukan ikan segar yang lemas.

Selanjutnya cara apa lagi yang dilakukan oleh para nelayan untuk menjaga agar ikannya tetap segar, sehingga diminati oelh masyarakat Jepang? Solusi terbaiknya ternyata sederhana, sangat sederhana!

Perusahaan perikanan Jepang tetap menyimpan ikan tersebut di dalam tangki, tetapi kini mereka memasukkan ikan hiu kecil ke dalam masing-masing tangki. Memang ikan hiu memakan sedikit ikan, tetapi kebanyakan ikan sampai dalam kondisi hidu dan sangat segar. Ikan-ikan tersebut ternyata terantang untuk bertahan hidup dari ancaman.

Yang dilakukan nelayan Jepang hanyalah melakukan perbaikan secara bertahap pada setiap usaha yang telah dilakukannya, sehingga menghasilkan sebuah kondisi ideal yang diharapkan. Pada dasarnya, seseorang tidak bisa mencapai kesuksesan dengan cara yang instan dan dalam rentang waktu yang sangat singkat. Ada tahapan-tahapan yang harus dilewati terlebih dahulu menuju puncak keberhasilan, dan kesabarsan dalam melewati tahapan-tahapan itulah yang akan membedakan seorang yang berhasil dengan seorang yang gagal.

Selamat berjuang!!!

Sumber : Fabriya Fajri
read more “Dahsyatkan Potensi Diri”

Karyawan Berbakat Merupakan Masa Depan Organisasi Perusahaan

0 komentar Jumat, 29 Mei 2009

Sangat menarik jika karyawan berbakat merupakan masa depan organisasi. Jika kita membayangkan karyawan berbakat ini maka masuk dan bekerja di suatu perusahaan, maka masa depan organisasi akan menjadi lebih baik. Akan tetapi, hal ini tidak kita pungkiri jika karyawan berbakat ini akan menjadi lemah jika dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah Fasilitas yang diberikan perusahaan, sallary yang rendah, Jenjang Karir yang tidak jelas, sistem reward yang tidak baik dan masih banyak lagi faktor-faktor lain. Oleh karena itu, karyawan berbakat merupakan calon pemimpin perusahaan masa depan jika karyawan ini dikelola dengan baik.

Karyawan berbakat tidak ingin perubahan yang diusulkannya itu dilakukan secara sendiri, akan tetapi dia ingin perubahan itu diikuti oleh orang lain dan dilakukan secara bersama-sama. Jadi karyawan berbakat selalu menjadi inspirasi dan akan memotivasi karyawan yang lain untuk maju bersama. Karyawan berbakat ini tidak hanya pintar dalam mengerjakan tugas rutinnya akan tetapi karyawan berbakat ini juga dapat melihat keterkaitan pekerjaannya dengan pekerjaan lainnya (nilai) organisasi perusahaan.

Untuk menciptakan kondisi karyawan berbakat dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik, maka organisasi harus mengindentifikasi dan menciptakan iklim (kondisi) pekerjaan yang sangat diminati. Salah satu karakter dari karyawan berbakat yakni : Berusaha menjadi pertama dalam melakukan sesuatu, menjadi pioner inspirasi dalam organisasi, inovatif dan kreatif dalam menciptakan ide-ide, memiliki pandangan yang kedepan, memiliki perilaku mengarahkan. Karyawan berbakat tidak menyukai dengan sistem yang prosedural dan monoton, akan tetapi sangat menyukai inovatif yang tinggi. Jadi karyawan berbakat memiliki prinsip tersendiri yakni “Berubah atau Mati”. Hal ini yang menjadi tantangan bagi organisasi perusahaan, apakah kita dapat mengelola karyawan berbakat tersebut.

Dalam organisasi perusahaan, karyawan berbakat kadang menjadi lemah jika tidak dikelola dengan baik dan karyawan berbakat akan hanyut mengikuti arus air yang tidak beraturan serta menjadi mati dalam organisasi perusahaan. Maka untuk itu diharapkan seorang atasan atau manajemen lini dan puncak dapat melihat dengan jelas serta hasil kinerja yang dilakukan oleh karyawan berbakat.

Dalam hasil kinerja karyawan berbakat pada dasarnya hampir tidak terlihat dengan kasat mata, akan tetapi seorang atasan atau manajemen lini dan puncak dapat melihat dari perubahan yang dilakukannya. Oleh karena itu, diperlukan dukungan dari manajemen dan tim. Perubahan yang dilakukan tidak bisa dilakukan dengan cepat dan terlihat dengan jelas. Hal ini harus ada bantuan dan dukungan.

Teori PDCA yang diutarakan (ide) dari Edward Deming yakni Plan – Do – Check – Action merupakan inspirasi bagi perusahaan maju untuk mengembangkan bakat karyawan berbakat ini. Oleh karena itu, teori ini banyak digunakan di negara maju salah satunya adalah Jepang, USA, Eropa. Teori ini banyak diadopsi dan sangat menjadi perhatian bagi Manajemen Organisasi Perusahaan.

Dari : Berbagai Sumber

Ditulis ulang oleh :

David Pohan, SH., CA,

(Assistant Personnel Manager, Legal Company & Advocate)

read more “Karyawan Berbakat Merupakan Masa Depan Organisasi Perusahaan”

TEKNIK MENGINGAT NAMA

0 komentar Kamis, 19 Maret 2009

Sumber : Catur S


Menjadi pribadi yang menarik dan menyenangkan adalah sesuatu yang dapat menguntungkan hidup kita dalam aspek apapun dan mengingat nama orang lain adalah salah satu yang membuat kita menjadi pribadi yang menyenangkan dimata orang lain. Dale Carnegie mengatakan, “Suara yang paling manis dalam bahasa apapun adalah nama seseorang.” Bagaimana perasaan Anda saat nama Anda disebut oleh orang lain dalam forum publik maupun dalam percakapan yang Anda lakukan..??

Lalu, berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mengingat nama orang lain saat kita berkenalan..??

Lima detik..!! Itulah waktu buat kita untuk membuat kesan pertama yang hebat. Lima detik adalah waktu yang diperlukan untuk memperkenalkan diri dan mengingat nama seseorang. Tak diragukan lagi, orang akan merasa tersanjung ketika kita mengingat namanya. Manakala kita mengingat nama seseorang yang baru saja kita jumpai, kita membuatnya merasa penting dan istimewa serta menambahkan kehangatan dan keramahan pribadi kita dalam percakapan. Mengingat nama juga menunjukkan bahwa kita mendengarkan, membangun hubungan baik dengan kenalan-kenalan baru dan membantu mengatasi kendala alami yang memisahkan orang yang tidak saling mengenal.

Sudah berapa kali kita berbicara dengan orang yang telah kita kenal sebelumnya tetapi kita tidak dapat mengingat namanya..??Atau kita pergi ke sebuah pertemuan dan kita diperkenalkan dengan seseorang, namun lima detik kemudian kita tidak ingat namanya..??

Alasan paling umum lupa terhadap nama adalah tidak fokus pada saat perkenalan sehingga kita tidak pernah mendengarnya sejak awal. Kita terlalu sibuk memikirkan apa yang akan kita katakan selanjutnya atau khawatir dengan apa yang akan dipikirkan orang lain terhadap diri kita. Self Talk yang kontraproduktif ini biasanya berbunyi : ”Apa yang akan saya katakan setelah saya mengatakan halo..??”, atau ”Apakah baju saya kelihatan rapi..??” atau ”Saya tidak ingin terlalu berani” atau ”Saya pasti akan mengatakan sesuatu yang bodoh” atau ”Saya berharap memberikan kesan yang baik” atau ”Saya ragu apakah...”

Gangguan lain seperti musik yang keras atau orang-orang yang sedang berbicara juga dapat menyebabkan kita kesulitan menangkap nama yang disebutkan. Akan tetapi, tidak adanya ketertarikan adalah alasan terburuk bagi kendala memfokuskan pada nama seseorang. Jika kita berkata kepada diri sendiri, ”Barangkali saya tidak akan pernah melihat orang ini lagi, jadi kenapa saya harus repot-repot mengetahui namanya” ini berarti kita sedang menyiapkan sebuah percakapan yang singkat, kacau dan impersonal.

Lima Detik Dalam Perkenalan Untuk Menjadi Pribadi Yang Menarik

Ø Detik Pertama : Fokus pada saat perkenalan

Beritahu orang lain bahwa kita menganggap namanya penting dengan memberikan perhatian penuh kepadanya ketika kita diperkenalkan. Lakukan kontak mata langsung, berikan senyuman hangat dan ulurkan tangan untuk berjabatan tangan dengan kuat dan bersahabat. Menahan jabat tangan orang lain sedetik lagi dapat membantu kita fokus pada saat kritis waktu perkenalan dan apa yang akan muncul berikutnya adalah namanya.


Ø Detik Kedua : Jangan memikirkan apa yang akan Anda katakan – simaklah namanya.

Inilah saat yang kita tunggu-tunggu, jadi jangan kacaukan dengan berpikir tentang diri sendiri dan apa yang akan kita katakan selanjutnya. Pusatkan perhatian sepenuhnya dan simak setiap huruf dari nama orang itu, terutama huruf-huruf awalnya. Jika kita tidak menangkap namanya, katakan saja ”Maaf, saya belum jelas dengan nama Anda” atau ”Maaf saya tidak bisa menangkap nama Anda”. Jika namanya tidak biasa, nama asing atau kita masih tidak yakin dengan apa yang ia katakan, tanyakan :,”Bisakah Anda mengeja kembali nama Anda..?? Saya ingin mengetahuinya dengan benar.”


Ø Detik Ketiga : Ulangi nama itu keras-keras.

Pastikan untuk mengulangi nama itu guna memastikan bahwa kita mengetahuinya dengan benar. Bayangkan segera huruf-huruf awal itu tampak jelas di dahi orang tersebut atau hubungkan dengan sebuah ciri pada wajahnya. Hal ini mungkin terdengar aneh, tetapi akan berhasil, khususnya ketika kita mencoba mengingat kembali nama itu dikemudian hari. Mengulang nama juga memiliki beberapa manfaat tambahan. Pertama, cara ini memberi tahu orang lain bahwa kita mendengarkan dan bahwa kita berupaya mengingat namanya. Cara ini menyenangkan orang. Kedua, jika kita salah mengetahui namanya, hal itu memungkinkan orang lain mengoreksi kita. Terakhir, dengan mengulang nama, memikirkannya, mengatakannya dan kemudian mendengarnya lagi akan memberi kita tiga pengulangan lebih selain mendengar nama itu untuk yang pertama kali. Dan, sebagaimana disepakati kebanyakan pakar, pengulangan adalah salah satu bagian kunci dari retensi dan ingatan atau berlatih menjadikan sempurna.


Ø Detik Keempat : Pikirkan seseorang yang kita kenal yang sama namanya.

Pikirkan semua orang yang kita kenal yang namanya sama. Ada kemungkinan ketika kita bertemu seseorang baru, ia memiliki nama yang sama dengan seseorang yang telah kita kenal, dan ini akan membantu kita mengingat nama itu. Ketika kita diperkenalkan, pikirkan seseorang yang sudah kita kenal yang namanya sama, baik itu dari kerabat atau rekan kita. Sebaiknya tambatkan pada orang pertama yang melintas di benak kita dan gunakan orang yang sama itu tiap kali kita bertemu seseorang baru yang memiliki nama seperti itu. Misalnya tiap kali saya bertemu orang baru bernama Bambang, maka yang saya pikirkan adalah Pak Bambang Guru Ekonomi saya sewaktu SMU. Dua orang itu tidak perlu kelihatan mirip. Dan Anda bahkan tidak perlu benar-benar mengenal mereka secara pribadi. Nama itu bisa saja milik seorang bintang film atau seseorang yang pernah kita dengar sebelumnya, walaupun tidak kita kenal secara pribadi. Teknik ini mungkin terdengar aneh, tetapi dengan sedikit latihan, kita akan mengingat sebagian besar kenalan baru yang memiliki nama sama.


Ø Detik Kelima : Gunakan nama itu selama percakapan dan pada saat akhir percakapan.

”Don, ketika Anda mengatakan bahwa Anda....” atau ”Bob, apa yang membuat Anda memutuskan untuk ...” atau ”Sis, benar-benar menyenangkan mendengarkan kisah perjalanan hidup Anda..” Menggunakan nama seseorang sama artinya dengan personalisasi percakapan karena memperkuat memori dan kemampuan kita mengingat pada perjumpaan selanjutnya. Mengakhiri percakapan dengan namanya meninggalkan kesan pertama yang sangat baik dan melengkapi siklus memulai, melanjutkan dan mengakhiri percakapan.

Selamat mencoba !!!


Regards,

read more “TEKNIK MENGINGAT NAMA”

Bagaimana Agar HRD Tidak Jadi "Musuh" Karyawan?

0 komentar
Sumber : FX. Gus Setyono

Satu permasalahan yang kerap dialami seorang Manajer HRD adalah sulitnya organ-organ perusahaan membedakan antara tugas-tanggung jawab HRD dengan tugas-tanggung jawab para manajer lini. Khususnya, dalam menangani persoalan-persoalan para karyawan yang notabene juga anak buah para manajer lini. Pada era sebelumnya, HRD masih disebut dengan bagian Personalia. Tugasnya hampir sama dengan Biro Kepegawaian kalau di Pegawai Negeri. Semua masalah kepegawaian dari mulai absensi, cuti, penilaian karyawan, pemberian gaji, tunjangan kesehatan, pembagian bonus, bimbingan dan konsultasi, pemberian sanksi terhadap pelanggaran kedisiplinan, serta seabrek tugas kepegawaian lainnya, semua Bagian Personalia yang mengurusi.

Sampai sekarang citra HRD sebagai Personalia masih saja melekat di banyak anggota organisasi. Sehingga kalau ada kejadian pelanggaran kedisiplinan, rendahnya kinerja, ada karyawan yang mengundurkan diri, kekacauan penghitungan lembur, pengajuan persetujuan gaji, serta keputusan-keputusan lain yang menyangkut kepegawaian, selalu diserahkan kepada HRD. Pendek kata, HRD dijadikan tumpuan penyelesaian setiap persoalan karyawan. Seolah semua menjadi tanggung jawab HRD. Para atasan lain tinggal "terima beres". Mereka merasa tugasnya adalah pekerjaan di bagiannya, dan bukan menangani karyawan bermasalah, meskipun karyawan tersebut adalah bawahan mereka secara langsung.

Akibatnya, kesannya HRD seperti “polisi” di perusahaan, yang tugasnya selalu mengawasi pelanggaran-pelanggaran karyawan, dan menertibkannya. HRD juga sering dianggap “Santa Claus” yang bisa memberikan anugerah berupa kenaikan gaji. Sebaliknya, bila tidak ada kenaikan gaji berarti juga “dosa” HRD. Bisa jadi HRD menjadi sasaran umpatan-umpatan atau yang lebih parah menjadi “musuh bersama”, bila ada kebijakan perusahaan yang merugikan karyawan. Padahal, kalau ada penerimaan karyawan baru, para manager lini juga minta dilibatkan (dalam memutuskan), agar mereka bisa mendapatkan anak buah yang sesuai dengan keinginan mereka.

Oleh sebab itu, pada konsep yang baru, HRD mesti dibedakan dengan Personalia. HRD, fungsi dan tugasnya fokus pada pengembangan kamampuan dan pemberdayaan sumber daya manusia (SDM) --bagaimana meningkatkan kontribusi SDM terhadap pencapaian tujuan organisasi. Urusan kepegawaian sehari-hari di lapangan mesti ditangani sendiri oleh para atasan pada bagian masing-masing. Hal ini karena fungsi personalia mesti melekat di semua manajer. Setiap manajer memiliki tanggung jawab secara organisasi terhadap setiap bawahannya, baik mengenai pengaturan kerja (termasuk supervisi), kinerja, bimbingan dan konsultasi, sikap, sampai ke soal pengajuan remunerasi.

Pertanyaannya kemudian, apakah fungsi HRD lantas sama sekali tidak bersinggungan dengan masalah kepegawaian? Tetap ada persinggungannya. Hanya saja HRD lebih bersifat ke penyusunan sistem, sedangkan pelaksanaan kesehariannya diserahkan (tanggung jawab dan wewenangnya) kepada masing-masing atasan, agar setiap atasan dapat menjalankan fungsi manajerial mereka. Sebagai contoh adalah soal performance review. Dalam hal penilaian, maka HRD mesti membuat sistem dan prosedur penilaian, sedangkan yang berhak memberikan penilaian adalah atasan, karena setiap hari yang tahu kinerja karyawan adalah atasannya. Juga mengenai hak cuti. Yang menyusun prosedur cuti adalah HRD, tapi yang berhak menyetujui atau tidak cuti tersebut adalah atasan.

Pengertian-pengertian yang demikian mesti disosialisasikan kepada seluruh atasan, agar mereka memahami fungsi dan tanggung jawab manajer, serta fungsi dan tanggung jawab HRD. Dengan demikian mereka tidak seenaknya saja melemparkan setiap permasalahan karyawan kepada HRD. Sebaliknya, HRD juga tidak begitu saja menjadi bulan-bulanan karyawan karena dianggap “mata-mata” atau “kaki tangan” pemilik perusahaan. HRD tidak lagi menjadi musuh. Sehingga diharapkan HRD dapat fokus pada pengembangan SDM yang ada di perusahaan.
read more “Bagaimana Agar HRD Tidak Jadi "Musuh" Karyawan?”

Paradigma Baru Evaluasi Efektivitas Pelatihan

0 komentar
Sumber : Dodi Wirawan Irawanto, M.HRm, PG.Cert.SHRM

Saat ini telah terjadi pergeseran paradigma dalam evaluasi pelatihan, yang sebelumnya ditekankan pada aspek ROI (return of investment) menuju ke pendekatan yang lebih melihat keseluruhan mekanisme pelatihan itu sendiri, dari sebelum, selama dan sesudah masa pelatihan.


Pelatihan sering didefisinisikan sebagai pemberian bekal keterampilan teknis tertentu pada suatu bidang tertentu untuk meningkatkan kinerja seseorang di di dalam organisasi, yang nantinya akan terukur dari kinerja organisasi secara keseluruhan. Jika kita melihat definisi ini, tentunya langkah yang paling mudah untuk melihat apakah training telah mencapai efektivitasnya adalah dengan cara mengukur apakah biaya yang dikeluarkan untuk pelatihan sepadan dengan hasil yang diperoleh organisasi, yakni berupa profit. Namun, akan jadi sangat sulit bagi sebuah organisasi yang besar untuk mengukur ROI dari pelatihan, karena kita tidak pernah tahu apakah benar seseorang/sekelompok orang yang ada dalam departmen tertentu memang benar telah melakukan perbaikan kinerja pasca pelatihan, sehingga diperoleh peningkatan hasil kerja? Di samping itu, peningkatan profit perusahaan ditentukan oleh banyak faktor, misalnya sentimen pasar yang lebih baik. Jika hal ini terjadi akan sulit bagi organisasi untuk secara tepat memutuskan departmen dan bagian keahlian mana yang akan dilatih pada masa berikutnya.

Banyak pelatihan yang diberikan oleh training provider yang kompeten dan terkenal karena kemutakhiran materi serta keluwesan pematerinya sering hanya memberikan “refreshment” pada tingkat pelaksanaan pelatihan itu sendiri. Learning yang menjadi momok penting bagi program pelatihan kadang hanya terhenti pada saat pelatihan itu dilangsungkan, setelah mereka pulang ke organisasi, mereka akan bingung karena faktor lingkungan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi saat mereka di latih. Pertanyaanya, apakah peserta pelatihan mampu menemukenali kelemahan dirinya dan akan berkomitmen memperbaikinya di lingkungan organisasi pasca pelatihan? Pertanyaan ini tentu akan dijawab oleh training provider dengan "iya". Hal ini sangat beralasan, karena hampir semua penyedia jasa pelatihan akan memberikan feedback form� yang intinya menanyakan mengenai program pelatihan serta menanyakan hal yang klasik ”apakah pelatihan ini berguna bagi Anda?” Bagi organisasi dengan budget pelatihan yang sudah sedemikian rupa dianggarkan tentunya akan menyenangkan hati mereka, karena pelatihan dinilai telah berhasil. Demikian pula departmen HR akan senang karena itu berarti analisis kebutuhan training telah terpenuhi, dan juga bagi departmen keuangan berarti ROI sudah tercapai. Jika hal ini yang terjadi, maka kita perlu menanyakan lebih lanjut kepada departmen terkait yang mengirimkan individu atau sekelompok individu untuk mengikuti pelatihan tersebut dengan pertanyaan “bagaimana hasil kerja dari individu yang baru diberikan pelatihan tersebut?”, dan “apakah ada peningkatan?” Inilah dilema organisasi yang masih melihat tolok ukur kesuksesan pelatihan dari aspek ROI saja.

Pelatihan sudah memang seharusnya tidak terlepas dari program peningkatan kinerja. Bahkan, organisasi berkelas seperti Microsoft, Virgin Group dan Sampoerna mampu mengkaitkan program pelatihan dengan banyak hal seperti diversifikasi produk, inovasi produk, perbaikan kualitas hingga supervisi. Maka dari itu untuk melihat sejauh mana program pelatihan itu mencapai tujuannya berikut akan dijabarkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam evaluasi program pelatihan. Pertama, melakukan tinjauan pada pra pelatihan dengan melihat hasil analisis kebutuhan pelatihan. Semua organisasi dengan departmen HR sebagai kepanjangan tangannya tentu sudah meramalkan kebutuhan pelatihan untuk masa yang akan datang. Yang perlu digarisbawahi pada aktivitas ini adalah pemutakhiran data baik internal maupun eksternal. Data internal seperti urgensi kebutuhan peningkatan keahlian tertentu dari masing-masing departmen mutlak dibutuhkan, karena pada intinya departmen terkaitlah yang tahu kebutuhan ini. Data eksternal seperti keadaan persaingan usaha yang menuntut pelaku usaha untuk senantiasa meningkatkan keterampilan karyawannya juga menjadi penentu, apakah memang dibutuhkan pelatihan atau tidak. Kombinasi dari dua data ini diharapkan dapat memberikan gambaran prioritas, pelatihan seperti apa dan untuk departmen apa sebenarnya program itu dibutuhkan.

Kedua, pada proses pelatihan itu sendiri. Pada kegiatan pelatihan ini baik pihak pengirim dan penyelengara pelatihan harus mampu mensinergikan tujuan pelatihan dari masing-masing pihak. Hal ini bertujuan untuk mensinkronkan kebutuhan pelatihan dengan proses learning yang nantinya akan menjadi bekal peserta pelatihan kelak jika kembali ke organisasinya. Dengan hal ini diharapkan tidak ada materi yang under dan over delivery. Artinya, demi menekan efesiensi biaya (baca: uang, waktu, tenaga), pihak pengirim pelatihan harus mendapatkan keyakinan dari training provider akan cakupan materi pelatihan serta relevansinya di dunia kerja. Form feedback yang diberikan oleh penyedia jasa pelatihan di akhir sesi pelatihan bukan satu-satunya tolok ukur akan tepat sasaranya program pelatihan tersebut, tapi justru pada mental dan willingness dari peserta dalam mengikuti program pelatihan itu sendiri. Baik itu targeting lesson learned dari training provider maupun learning requirement dari pengirim pelatihan harus bertemu pada satu titik. Lebih lanjut apakah pelatihan tersebut diberikan dalam konteks on the job training atau off the job training tidak menjadi masalah. Pada kegiatan pra-pelatihanlah sebenarnya keputusan ini diambil. Tidak ada salah satu dari dua metode tersebut yang paling baik maupun yang jelek, kembali kepada analisis kebutuhan serta ketepatan dari program tersebut.

Ketiga, pada pasca pelatihan. Seusai pelatihan, tentunya organisasi berharap individu dapat meningkatkan kinerjanya sehingga akan mendongkrak pula kinerja organisasi. Jika kita mengharapkan hal ini tentunya tidak tepat, jika faktor lingkungan organisasi tidak terpenuhi. Lingkungan organisasi internal juga menjadi penentu apakah nantinya individu dapat mengaktualisasikan hasil learning yang mereka terima di site pelatihan. Apakah kondisi supervisi serta sejawat kerja sepadan dengan fresh learning yang didapatkan oleh individu? Apakah memang tuntutan organisasi saat ini mengharuskan individu untuk segera mengaktualisasikan hasil learning-nya? Jika semua ini memang sudah diproyeksikan di awal pra pelatihan tentunya akan berimbas pada ROI yang dianggarakan sebelum mengikuti pelatihan. Jika tidak tentu akan menjadi bumerang bagi departement yang bersangkutan, karena diperolehnya under atau over learning yang tidak sesuai dengan kebutuhan departemen. Efek buruk seperti ”usang”-nya hasil belajar yang tidak digunakan akan menjadi senjata makan tuan bagi organisasi (efek psikososial).

Secara garis besar, paradigma evaluasi efektivitas pelatihan sudah seyogyanya tidak didasarkan pada paradigma lama ROI, tapi pada paradigma baru, yakni three investment on training evaluation, seperti yang disinggung di atas. Paradigma ini akan mampu menghapus keraguan ujung tombak departemen HR untuk melakukan perencanaan pelatihan pada masa yang akan datang untuk menjadi lebih baik. Sehingga diharapkan pelatihan tidak menjadi ”agenda rutinitas” departemen HR, tapi arena peningkatan kinerja individu dan organisasi. Diharapkan juga, dengan paradigma ini program pelatihan dapat mencapai real ROI-nya dan menjadi program yang berkesinambungan dalam upaya peningkatan kinerja karyawan dan organisasi.
read more “Paradigma Baru Evaluasi Efektivitas Pelatihan”