Alasan dan Kompensasi
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1. Mengacu pada Pasal 153
2. Dengan Alasan yakni :
a. Masa Percobaan
b. Kontrak Berakhir (PKWT)
c. Pengunduran diri
d. Usia Pensiun
e. Pekerja Meninggal Dunia
f. Perubahan status atau kepemilikan, Penggabungan / Peleburan
g. Perusahaan tutup, bukan ganti rugi atau force majuere
h. Perusahaan Pailit
i. Mangkir 5 hari kerja tau lebih dipanggil 2X
j. Pekerja mengajukan PHK
k. Pekerja ditahan (6 bulan tau sebelumnya ada putusan pengadilan)
l. Pekerja melakukan kesalahan berat atau pelanggaran PK/PKB/PK
Kesalahan Berat
Mengacu pada Pasal 1603 huruf ( O ) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yang mana tercantum dalam pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini Pasal 158, 159, 160 ayat ( 1 ), 170 dan 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah dicabut oleh Putusan Mahkamah Konsitusi No. 012/PUU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 sehingga untuk itu perlu diatur lagi dalam PP/PK/PKB setiap perusahaan masing – masing yang isinya tidak jauh berbeda dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga perlu dibuat sistem bahasa hukum yang lebih halus misalnya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pengaturan kesalahan berat terdiri atas tiga (3) unsur yakni :
a. Ruang lingkup perbuatan
b. Cara PHK Serta merta Putusan Pidana
c. Kompensasi
Tips Menangani Perkara PHI sebagai Bentuk Pemberlakuan Sanksi Kesalahan Berat :
Tetapkan beberapa perbuatan yang masuk dalam kategori pelanggaran yang tidak mendapat pesangon dalam PP atau PKB tanpa menyebutkan hal tersebut sebagai “Kesalahan Berat” namun dapat dirumuskan sebagai “Kesalahan dengan peringatan terakhir” sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, karenanya bila terjadi pelanggaran kembali, maka sanksi yang wajar adalah PHK. Tindakan yang dapat dimasukkan untuk dikenakan SP III adalah menunjuk Surat Edaran Menaker No. 362 Tahun 1967, Tertanggal 8 Februari 1967.
Adapun PHK karena alasan mendesak yaitu mengacu pada :
a. Surat Edaran Menakertrans NO. SE 13/MEN/SJ-RK/I/2005 Tertanggal 15 Januari 2005
b. Pasal 1603 huruf “O” Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
Apabila terjadi suatu negoisasi atau kesepakatan perdamaian antara Perushaan dengan Karyawan yang bermasalah maka haruslah dibuat suatu Berita Acara Penyelesaian Sengketa dan Surat Pernyataan yang mana harus ditandatangani oelh kedua belah pihak serta adanya saksi (Misal: Polisi/PNS Disnaker)
Dalam pembuatan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama haruslah diajukan dan diminta pengesahan atau didaftarkan dalam instansi yang bersangkutan yang dalam hal ini adalah (Depnaker atau Disnaker setempat). Setelah mendapat pengesahan dari Disnaker maka haruslah disosialisasikan kepada seluruh karyawan.
Prosedur Beracara di PHI yaitu :
1. Pengajuan/Pendaftaran Gugatan
2. Perdamaian (30 hari)
3. Pembacaan Gugatan
4. Jawaban / Eksepsi
5. Duplik / Tanggapan atas Eksepsi
6. Replik / Tanggapan atas Duplik
7. Pembuktian
8. Kesimpulan
9. Putusan
10. Upaya Hukum (Banding dan/atau Kasasi)
11. Eksekusi
Selain itu juga terdapat cara-cara bagaimana gugatan kita dikabulkan oleh PHI yakni :
1. Melihat pada Nota Gugatan/Jawaban yang merupakan suatu dasar dalam sidang pertama di PHI
2. Eksepsi yang sangat taktis dan jeli serta melihat dari beberapa kelemahan dari Gugatan
3. Bantahan dalil Posita
4. Adanya Gugatan Rekonvensi yang mana masuknya Pihak Ke-3 dalam persidangan PHI
5. Legal Reasoning
6. Kelengkapan alat bukti (surat, saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah)
7. Jangka Waktu
8. Kultur praktek peradilan / hubungan terhadap Majelis
9. Psikologi Majelis
10. Manajemen risiko
Referensi dalam membuat dasar hukum untuk memberhentikan pekerja yakni :
Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan
Kepmenakertrans No. 150 Tahun 2000
Kepmenaker No. 78 Tahun 2001
Surat Edaran Menakertrans NO. SE 13/MEN/SJ-RK/I/2005 Tertanggal 15 Januari 2005
Pasal 1603 huruf “O” Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
1. Mengacu pada Pasal 153
2. Dengan Alasan yakni :
a. Masa Percobaan
b. Kontrak Berakhir (PKWT)
c. Pengunduran diri
d. Usia Pensiun
e. Pekerja Meninggal Dunia
f. Perubahan status atau kepemilikan, Penggabungan / Peleburan
g. Perusahaan tutup, bukan ganti rugi atau force majuere
h. Perusahaan Pailit
i. Mangkir 5 hari kerja tau lebih dipanggil 2X
j. Pekerja mengajukan PHK
k. Pekerja ditahan (6 bulan tau sebelumnya ada putusan pengadilan)
l. Pekerja melakukan kesalahan berat atau pelanggaran PK/PKB/PK
Kesalahan Berat
Mengacu pada Pasal 1603 huruf ( O ) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yang mana tercantum dalam pasal 158 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam hal ini Pasal 158, 159, 160 ayat ( 1 ), 170 dan 171 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah dicabut oleh Putusan Mahkamah Konsitusi No. 012/PUU-1/2003 tanggal 28 Oktober 2004 sehingga untuk itu perlu diatur lagi dalam PP/PK/PKB setiap perusahaan masing – masing yang isinya tidak jauh berbeda dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga perlu dibuat sistem bahasa hukum yang lebih halus misalnya mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pengaturan kesalahan berat terdiri atas tiga (3) unsur yakni :
a. Ruang lingkup perbuatan
b. Cara PHK Serta merta Putusan Pidana
c. Kompensasi
Tips Menangani Perkara PHI sebagai Bentuk Pemberlakuan Sanksi Kesalahan Berat :
Tetapkan beberapa perbuatan yang masuk dalam kategori pelanggaran yang tidak mendapat pesangon dalam PP atau PKB tanpa menyebutkan hal tersebut sebagai “Kesalahan Berat” namun dapat dirumuskan sebagai “Kesalahan dengan peringatan terakhir” sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, karenanya bila terjadi pelanggaran kembali, maka sanksi yang wajar adalah PHK. Tindakan yang dapat dimasukkan untuk dikenakan SP III adalah menunjuk Surat Edaran Menaker No. 362 Tahun 1967, Tertanggal 8 Februari 1967.
Adapun PHK karena alasan mendesak yaitu mengacu pada :
a. Surat Edaran Menakertrans NO. SE 13/MEN/SJ-RK/I/2005 Tertanggal 15 Januari 2005
b. Pasal 1603 huruf “O” Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
Apabila terjadi suatu negoisasi atau kesepakatan perdamaian antara Perushaan dengan Karyawan yang bermasalah maka haruslah dibuat suatu Berita Acara Penyelesaian Sengketa dan Surat Pernyataan yang mana harus ditandatangani oelh kedua belah pihak serta adanya saksi (Misal: Polisi/PNS Disnaker)
Dalam pembuatan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama haruslah diajukan dan diminta pengesahan atau didaftarkan dalam instansi yang bersangkutan yang dalam hal ini adalah (Depnaker atau Disnaker setempat). Setelah mendapat pengesahan dari Disnaker maka haruslah disosialisasikan kepada seluruh karyawan.
Prosedur Beracara di PHI yaitu :
1. Pengajuan/Pendaftaran Gugatan
2. Perdamaian (30 hari)
3. Pembacaan Gugatan
4. Jawaban / Eksepsi
5. Duplik / Tanggapan atas Eksepsi
6. Replik / Tanggapan atas Duplik
7. Pembuktian
8. Kesimpulan
9. Putusan
10. Upaya Hukum (Banding dan/atau Kasasi)
11. Eksekusi
Selain itu juga terdapat cara-cara bagaimana gugatan kita dikabulkan oleh PHI yakni :
1. Melihat pada Nota Gugatan/Jawaban yang merupakan suatu dasar dalam sidang pertama di PHI
2. Eksepsi yang sangat taktis dan jeli serta melihat dari beberapa kelemahan dari Gugatan
3. Bantahan dalil Posita
4. Adanya Gugatan Rekonvensi yang mana masuknya Pihak Ke-3 dalam persidangan PHI
5. Legal Reasoning
6. Kelengkapan alat bukti (surat, saksi, Persangkaan, Pengakuan dan Sumpah)
7. Jangka Waktu
8. Kultur praktek peradilan / hubungan terhadap Majelis
9. Psikologi Majelis
10. Manajemen risiko
Referensi dalam membuat dasar hukum untuk memberhentikan pekerja yakni :
Perjanjian Kerja Bersama Perusahaan
Kepmenakertrans No. 150 Tahun 2000
Kepmenaker No. 78 Tahun 2001
Surat Edaran Menakertrans NO. SE 13/MEN/SJ-RK/I/2005 Tertanggal 15 Januari 2005
Pasal 1603 huruf “O” Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP)
0 komentar:
Posting Komentar